Ingatan
kita dulu adalah tentang seorang tua gempal di Yunani sana yang hidupnya hanya
beredar di pasar-pasar bak gelandangan, menggetok pikiran dan mendebat
anak-anak muda tentang sesuatu yang… entah soal apa sebenarnya. Yang lalu
diadili dan mati diteguk racun oleh penguasa.
Gadfly of Athena,
julukannya, Lalat Pengganggu Athena. Dan beliau ini memang bak lalat: hinggap,
menggelitik, lalu terbang… hampir tanpa jejak. Maka sampai kini pun, tak pernah
orang menemukan bahkan sebaris pun tulisan-tulisan Socrates. Kisahnya yang
ajaib, tentu, masih dapat kita simak lewat karya-karya Plato yang banyak merekam
gurunya ini.
Nah, kita bisa membaca Apologia karya
Plato. Apologia adalah rekaman dari sesi pembelaan Socrates di pengadilan
sebelum ia dihukum mati.
Socrates diadili karena tiga dakwaan:
meracuni pikiran kaum muda, tidak mempercayai dewa-dewa, dan membuat agama
baru. Kita tahu Yunani, negeri di mana Socrates hidup, adalah negeri para dewa;
Zeus, Hera, Apollo, Poseidon… dan sebagainya itu. Memang dalam terjemahan
Apologia ini, si penerjemah Benjamin Jowett menggunakan kata “gods” ketika
merujuk pada apa yang dipercayai warga Athena. Tapi ketika itu berkaitan dengan
ketuhanan pribadi Socrates sendiri, kata “God” (tanpa “s”, dan “G” huruf besar)
lah yang dipakai.
Menarik. Socrates kita kenal sebagai
filsuf — tapi membaca Apologia ini, kita akan bertemu dengan sosok yang sangat,
sangat, sangat relijius! No, I’m serious…
No. He has a whole life and conduct
that seems to be COMPLETELY driven by what he believes in!
Saya cuplikkan sedikit ucapannya:
Aku
harus mengulang kata-kataku ini kepada siapapun yang kutemui, baik tua ataupun
muda, warga di sini atau orang asing, tapi terutama kepada para warga karena merekalah
saudara-saudara terdekatku. Bahwa ini
adalah perintah Tuhan, dan aku yakin tak ada kebaikan yang lebih baik
pada negeri ini selain pengabdianku kepada Tuhan. Yang kulakukan hanyalah
mengajak kalian semua, para pemuda dan orang tua, untuk tak hanya memikirkan
orang-orangmu atau harta milikmu, namun yang pertama dan paling utama:
perhatikanlah nasib jiwamu! Kukatakan kepadamu bahwa kebajikan bukanlah dengan
menerima uang dan harta, tapi bahwa dari kebajikan itulah — harta dan segala
hal yang baik dari diri manusia akan muncul, baik di sisi publik maupun
individu. Inilah yang aku ajarkan.
Perintah Tuhan… hmm… Dan ketika
menjelaskan tentang siapa dirinya, alasan tindakannya,
Warga
Athena… bila kalian membunuhku, kalian tak kan mudah menemukan pengganggu
sepertiku yang Tuhan telah anugerahkan
kepada negeri ini. Negeri ini bak kuda ningrat yang besar, yang berjalan
demikian lamban lantaran ukuran tubuhnya. Ia mustilah diusik agar hidup
kembali. Dan akulah pengganggu itu yang Tuhan telah tempatkan di negeri ini.
Dan di sepanjang waktu, di mana-mana, aku akan selalu mendekatimu,
membangunkanmu, membujuk dan mengusikmu.
Juga di bawah ini, satu argumentasi
yang cerdas:
Ketika
kukatakan bahwa aku dianugrahkan Tuhan kepadamu, bukti dari misi dan tugasku adalah sebagai
berikut: — jika aku seperti kebanyakan orang, aku pastilah tak akan menolak
kepentinganku sendiri… demi kepentinganmu, aku datang kepadamu sebagai bapak
atau saudara tua, mengajakmu kepada kebajikan yang mulia. Jika aku memperoleh
sesuatu dari situ, atau jika aku dibayar karena ajakanku ini, tentu hal itu
akan menjadi alasan yang masuk akal atas tindakanku ini. Namun, seperti yang
kalian lihat, tak satu pun penuntutku mampu menunjukkan bahwa aku mengutip
bayaran apapun, mereka tak punya bukti. Dan aku memiliki bukti yang cukup atas
kebenaran dari apa yang kukatakan — yakni: kemiskinanku.
Do you remember Surah Yasiin:21? “Ikutilah
orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk…” Ada kesan yang cukup lugas, bahwa Socrates melakukan
itu semua bukan atas kemauannya sendiri. Ia seperti… diperintah.
Dan yang berikut ini, barangkali yang
paling tidak mudah dijelaskan…
Orang
barangkali bertanya-tanya mengapa aku diam-diam sibuk mengurusi orang lain tapi
tak pernah maju ke depan publik dan memberi nasihat kepada negara. Akan
kuceritakan kenapa. Kalian telah sering mendengar di banyak tempat tentang sosok atau tanda yang senantiasa
datang kepadaku, tanda ilahiah yang Melitus (jaksa penuntut — Red) telah
mencemoohnya dalam tuduhannya. Tanda ini, yang berwujud seperti suara-suara, pertama kali
menghampiriku ketika aku masih kanak-kanak. Suara-suara ini melarangku berbuat sesuatu, namun tak
pernah menyuruhku untuk melakukan hal-hal. Inilah yang menahanku dari menjadi
seorang politikus.
Socrates memilih mati, walau rekan-rekannya
memaksanya untuk menyetujui tawaran keluar dari Athena. Di akhir pembelaannya,
dia berucap: “The hour of departure has arrived, and we go our ways — I to
die, and you to live. Which is better, only God knows.”
Socrates melahirkan murid yang cerdas
seperti Plato. Plato melahirkan Aristoteles. Dan Aristoteles, kita tahu, adalah
guru dari Iskandar Zulqarnain. Yang terakhir ini, seorang suci yang bisa kita
baca kisahnya di Al-Quran.
So what do you think? Siapa sebenarnya
Socrates? Lamat-lamat kita ingat, “Dan sungguh Kami telah mengutus utusan
pada tiap-tiap umat…” (QS 16:36). Ada sekian banyak utusan, kisah 25 di
antaranya direkam di dalam Al-Quran. Selebihnya? Barangkali tak kita kenal sama
sekali. Atau bahkan tersembunyi di antara tumpukan buku… entah yang pada jaman
kini dikenal sebagai jenderal perang, matematikawan, sastrawan… atau filsuf?
http://watung.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar