Ketika Matahari Terlihat Lebih Nyata #part1
Ini
adalah sebuah cerita,
ketika
pepohonan terlihat lebih rindang dan hijau,
ketika
udara pagi jauh lebih menyegarkan,
ketika
malam hari begitu dingin menusuk kulit,
ketika
cahaya mentari terasa begitu hangat,
ketika
mendapati senyum ramah dari mereka,
ketika
kesederhanaan menjadi santapan sehari-hari..
Cerita ini dimulai ketika aku beserta mama, papa,
melakukan perjalanan ke kampung halaman. Ya, setiap tahun kami memang rutin
untuk mudik ketika Idul Fitri tiba. Bersua dan bersilaturahmi dengan kakek,
nenek, serta saudara lainnya. Di H-3 lebaran ini, kami menempuh perjalanan yang cukup panjang. Dengan menaiki bus, kami
tempuh perjalanan selama 28 jam. Tentu
terasa sangat melelahkan, apalagi saat itu kami masih menjalankan ibadah puasa.
Semoga puasa di hari itu mendapat kebaikan dari-Nya yang berlipat ganda.
Aamiin..
Pukul empat sore, kami sampai di terminal Cepu,
Jawa Tengah. Lek dan sepupuku telah
menunggu di terminal untuk menjemput kami menuju sebuah rumah sederhana di Desa
Mernung. Sesampainya di rumah Lek, kami
disambut hangat dengan adik-adik mama yang sudah berada disana. Mbah tak dapat menahan harunya melihat
kedatangan kami sampai beliau pun menangis. Saat ini kondisi Mbah sudah tidak
terlalu sehat sebab Beliau sudah tidak dapat berbicara lancar. Kata-kata yang
keluar dari bibirnya tidak jelas, sulit dipahami. Keluarga mama cukup shock mendapati kondisi Mbah yang seperti ini, mengingat usia Mbah yang belum terlalu sepuh. Kondisinya mulai berubah ketika
suatu kejadian menimpa salah satu adik perempuan mama beberapa bulan yang lalu.
Suami dari adik terakhir mama ini meninggal secara mendadak ketika sedang tidur,
tanpa sakit atau kecelakaan. Beliau meninggalkan seorang istri dan dua orang
anak laki-laki yang masih kecil. Kejadian ini membuat Mbah terlalu shock sehingga kondisinya menjadi seperti sekarang
ini. Semoga Allah lekas memberikan kesembuhan kepada Mbah. Aamiin..
Bertemu dengan saudara-saudara mama, paklek, bulek, pakde, dan sepupu-sepupu
telah mengobati lelahnya perjalanan yang kami tempuh. Di rumah sederhana yang
masih berlantaikan tanah ini, kami berkumpul melepas rindu, saling berbagi.
Hari kemenangan tiba, sebelum waktu shubuh kami
sudah bergegas mandi dan bersiap melaksanakan Sholad Idul Fitri. Dinginnya air
pagi itu begitu menyegarkan membuat semangat memulai hari. Pukul enam pagi kami
beranjak menuju Masjid dengan berjalan kaki. Masya Allah, begitu banyak nikmat
yang Allah limpahkan. Dia masih memberikan kesempatan kepada kami untuk
melaksanakan sholat Idul Fitri tahun ini. Segala puji bagi-Mu Ya Allah, sungguh
nikmat yang tak terkira..
Sepulang dari Masjid, keluarga kami segera
melaksanakan sungkeman, saling meminta maaf atas segala kesalahan yang
telah diperbuat.
“Mama, Papa, maafkan aku atas segala kesalahan yang telah aku
perbuat, atas perkataan yang pernah menyakiti, atas perilaku tidak baik yang
pernah aku lakukan. Restui dan ridhoi aku, Ma, Pa. Sungguh Allah Ridho, jika
Mama Papa ridho...”
“Ya
Allah, Ampunilah kami atas perkataan yang menyakiti, perbuatan yang salah dan
meninggalkan luka, yang kami perbuat kepada keluarga, kerabat, dan
sahabat-sahabat kami.. bukakanlah pintu hati mereka untuk ikhlas memaafkan
kami.. Ya Allah berilah ampunan-Mu kepada kami..”
-Suci Wulandari-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar